Langsung ke konten utama

Aing tea

Foto saya
Muhammad Hafidz Fauzan
Sebenarnya tidak terlalu suka dunia tarik tangan. Tapi, masih terus berusaha untuk rajin-rajin menulis. Karena katanya dia percaya dia punya banyak hal di kepalanya yang harus dibanjur di suatu tempat. Suka makan, dan tidur, gak cuma itu masih banyak yang dia suka lakukan, tapi yang jelas dia suka Chelsea FC sebagai suatu klub sepakbola. Kontak saya di twitter @Pids29 atau tulisan yang agak serius di Medium @hafidzfz

PERAN GEODESI DALAM MEWUJUDKAN KONSOLIDASI LAHAN BERKEADILAN


Setiap menitnya tujuh bayi lahir di bumi Indonesia. Terus bertambahnya jumlah penduduk  berimplikasi pada kebutuhan akan lahan, dan keterbatasan ketersediaan lahan akan memunculkan masalah pada titik tertentu nantinya. Saat ini misalnya, kepadatan penduduk di Kota Bandung adalah 13,679 kepala/ km2. Jika dipaksakan, akan muncul pemukiman-pemukiman penduduk yang padat dan dibangun secara tidak teratur dan tanpa pengawasan sehingga akan berpengaruh pada kualitas pemukiman yang rendah akibat kurangnya sarana dan prasarana lingkungan yang memadai.
Bukan hanya persoalan kepadatan penduduk, di beberapa wilayah perencanaan wilayahnya memang seringkali tidak jelas. Beberapa memiliki penataan ruang dan pengembangan wilayah yang diaplikasikan secara inkosisten dan kontraproduktif terhadap RTRW(Rencana Tata Ruang Wilayah) sendiri, beberapa lagi bahkan tidak/belu memiliki RTRW. Kondisi-kondisi demikian sangat memprihatinkan, artinya pembangunan wilayah ini berjalan tanpa arah dan panduan sama sekali.
Kemunculan masalah-masalah kualitas pemukiman dan penataan ruang secara umum menjadi PR bagi pemerintah. Masalah-masalah ini dapat berpengaruh pada aspek sosial kehidupan, ekonomi, hingga kesehatan. Dan untuk menyelesaikan problem penataan ruang, pemerintah juga umumnya terkendala beberapa masalah lain seperti masalah pengadaan tanah, ganti rugi, kriteria kepentingan umum, dan lain sebagainya. Penyelesaian persoalan ruang/tanah selalu menjadi permasalahan yang pelik, mengingat perannya yang vital dalam hidup manusia sebagai tempat tinggal. Meskipun penataan ini pada niat baiknya merupakan pekerjaan untuk kepentingan umum, namun pengertian dan ruang lingkup kepentingan umum ini belum jelas sehingga pemilik tanah selalu merasa tidak puas dengan ganti rugi yang disepakati dan dianggap tidak memadai dan tidak layak. Dan pembebasan hak atas tanah yang tidak diiringi dengan ganti rugi yang layak justru akan menjadi penyebab semakin banyaknya kemiskinan.
Dari sekian masalah yang dijabarkan diperlukan suatu metode pembangunan yang dapat menjawab persoalan keruangan tanpa membuat masyarakat merasa dirugikan dengan pembangunan yang dilakukan. Oleh sebab itu beberapa wilayah menawarkan suatu konsep penataan ruang yang disebut sebagai Konsolidasi Tanah Perkotaan dan Konsolidasi Tanah Perdesaan. Merujuk pada Perka BPN nomor 4 tahun 1991, konsolidasi tanah didefinisikan sebagai kebijaksanaan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan, untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumberdaya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
Secara sederhana konsolidasi tanah dapat dipahami sebagai usaha pengaturan lahan yang melibatkan masyarakat sebagai pemilik sah lahan, untuk ditata ulang kepemilikan lahannya serta penambahan sarana-prasarana umum di kawasan tersebut dengan kesepakatan para pemilik lahan. Pada metode ini pembangunan dilaksanakan tanpa perlu melakukan pembebasan lahan, karena proses ini adalah bagian yang paling sering bermasalah di setiap kehendak pembangunan. Kompensasi kepada masyarakat pada kasus ini bukan berupa uang, melainkan diberikannya tata lahan yang baik dan lebih strategis, serta pengadaan fasilitas-fasilitas umum dan sosial. Konsolidasi tanah bertujuan untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal, melalui peningkatan efisiensi dan produktifitas pengunaan tanah, serta mewujudkan suatu tatanan penguasaan dan penggunaan tanah yang tertib dan teratur. Selain itu, konsolidasi tanah juga memberikan keuntungan lain pada pemilik tanah, sebab kepemilikan tanah di kawasan  yang lebih strategis dan tertata dapat menaikkan nilai harga tanah.

Figure 1. Ilustrasi sederhana konsolidasi tanah (https://bpn16.wordpress.com )
Tahapan-tahapan konsolidasi tanah meliputi beberapa kegiatan:
1.                   Pemilihan lokasi
2.                   Penyuluhan
3.                   Penjajagan kesepakatan
4.                   Penetapan lokasi konsolidasi tanah dengan SK Bupati/Walikota Kepala Daerah Tingkat II
5.                   Pengajuan daftar usulan rencana kegiatan konsolidasi tanah
6.                   Identifikasi subjek dan objek
7.                   Pengukuran dan pemetaan keliling
8.                   Pengukuran dan pemetaan rincian
9.                   Pengukuran topografi dan pemetaan penggunaan tanah
10.               Pembuatan blok plan.pra desain tata ruang
11.               Pembuatan desain tata ruang
12.               Musyawarah tentang rencana penataan kalping baru
13.               Pelepasan hak atas tanah oleh peserta
14.               Penegasan tanah sebagai sebagai objek konsolidasi tanah
15.               Staking out/ re-alokasi
16.               Konstruksi/ pembentukan badan jalan, dan lain-lain
17.               Redistribusi/ penerbitan SK. Pemberian hak
18.               Sertifikasi
Teknik geodesi dan geomatika sebagai suatu bidang yang secara umum berkaitan dengan geospasial/ keruangan di muka bumi pada tataran tertentu memiliki andil terhadap penataan keruangan suatu wilayah, termasuk pada kasus konsolidasi tanah. Semua tahapan kegiatan konsolidasi tanah adalah aspek-aspek yang jurusan ini dapat bidangi. Misalnya, pemilihan lokasi. Dengan pemahaman spasial/keruangan sebagai salah satu aspek yang harus dikuasai, sarjana Teknik Geodesi dituntut untuk memahami daerah mana yang perlu untuk dilakukan konsolidasi segera, mana yang dapat ditunda, hingga yang tidak perlu dilakukan konsolidasi tanah sama sekali. Termasuk setelahnya kemampuan lobbying dalam penjajagan-penjajagan kesepakatan dan musayarah.
Setelah itu, pada tahapan-tahapan pengukuran dan pemetaan wilayah untuk mewujudkan keputusan-keputusan yang vital berkeadilan ini jelas secara spesifik merupakan pekerjaan geodesi. Peta yang baik dan dapat menggambarkan keadaan sebenarnya, baik pada peta detil maupun peta topografi adalah kemampuan yang khusus dimiliki oleh bidang Teknik geodesi. Menyerahkan pekerjaan ini kepada pihak lain dapat dikatakan merupakan tindakan tidak bertanggungjawab karena menyerahkan sesuatu tidak kepada ahli di bidangnya, apalagi teknis-teknisnya diatur dalam Surat Edaran Kepala BPN Nomor 410-1978 tentang Petunjuk Teknik Konsolidasi Tanah. Sebab peta yang baik akan membantu kepada pembuatan desain yang baik dan estimasi earthworks terbaik nantinya, serta mewujudkan output konsolidasi lahan yang seadil-adilnya terutama dalam hal penataan ulang kepemilikan kapling sebagai suatu bagian yang sensitif pada proses konsolidasi tanah. Sebab bagian yang terakhir disebut ini merupakan bagian yang tidak dapat dilakukan secara sembarangan, maka pada bagian ini diperlukan pertimbangan-pertimbangan yang matang serta proses-proses yang transparan untuk diketahui masyarakat peserta konsolidasi.
Selanjutnya pada proses re-alokasi dan konstruksi juga merupakan bagian yang dibidangi oleh Teknik geodesi, terutama di re-alokasi. Desain yang sudah dibuat dan disepakati sebelumnya, merupakan pijakan yang wajib ditaati pada proses alokasi lahan dan konstruksi sebab kesalahan sedikit saja bisa memunculkan protes dan amarah masyarakat, oleh sebab itu proses ini juga harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Melakukan dan memastikan penempatan titik-titik pada desain ke lapangan telah sesuai merupakan pekerjaan yang dilakukan pada tahap ini.
Tahapan terakhir yakni penerbitan SK dan sertipikasi lahan. Tahapan ini merupakan kewenangan Badan Pertanahan Nasional. Teknik geodesi sebagai suatu disiplin ilmu yang memang secara unik mempelajari permukaan tanah tentu memiliki legitimasi lebih dalam hal mengatur urusan pertanahan, sehingga pun pada akhirnya sangat wajar apabila banyak lulusan Teknik geodesi yang bekerja di BPN.
Biar bagaimanapun perlu dipahami bahwa pekerjaan adalah sesuatu yang multidisiplin, begitupun pada pekerjaan ini. Sehingga selain menjadi lahan bagi pekerjaan-pekerjaan geodesi, konsolidasi tanah juga menjadi pekerjaan bagi disiplin ilmu yang lain seperti perencanaan kota, Teknik sipil, hingga disiplin ilmu hukum. Ilmu hukum sebagai ilmu sosial juga memiliki peran yang vital di sini sebagai pemberian pendampingan terhadap proses-proses yang ada agar selalu sesuai koridor hukum yang ada. Adanya kebutuhan akan disiplin ilmu geodesi pun adalah untuk memudahkan pekerjaan, serta memastikan segala sesuatunya telah berjalan baik.
Konsolidasi lahan sebagai suatu metode penataan kota yang dimaksudkan untuk mengakali sulitnya proses pembebasan lahan pada pembangunan-pembangunan biasa, jangan sampai justru menjadi masalah-masalah baru. Lakukan proses-proses yang ada dengan sebaik-baiknya, dimulai dari pemilihan lokasi yang tepat, penjajagan dan musyawarah hingga mencapai kesepakatan, pembuatan peta yang sebaik-baiknya, penataan ulang kapling yang adil, konstruksi yang sesuai dengan kesepakatan desain, hingga berakhir di sertipikasi lahan-lahan konsolidasi. Jika tiap-tiap prosesnya telah dilakukan dengan baik dan seadil-adilnya, hingga masyarakat tidak merasa dirugikan, lebih-lebih diuntungkan dengan sistem konsolidasi lahan ini, artinya metode ini sudah sukses dilaksanakan. Sehingga metode ini dapat diterapkan di banyak daerah di Indonesia sesuai dengan konteks kebutuhan daerah masing-masing.


*diajukan untuk sayembara kajian himpunan
Daftar Pustaka
Anonim. Tinjauan Umum Tentang Konsolidasi Tanah dan Hukum Perikatan. Bandung: UIN Sunan Gunung Djati.
Nurlinda, Ida. 2010. Metode Konsolidasi Tanah untuk Pengadaan Tanah yang Partisipasif dan Penataan Ruang yang Terpadu. Bandung: Fakultas Hukum Unpad.
Pakaya, Ihsan. Sawitri Subiyanto. Arwan Putra Wijaya. 2014. Evaluasi Perubahan Nilai Tanah dan Penggunaan Tanah Pasca Program Konsolidasi Tanah Perkotaan. Semarang: Program Studi Teknik Geodesi Undip.
Peraturan Kepala BPN No. 4 Tahun 1991 tentang Konsolidasi Tanah.
Wijaya, Gede Putra. 2016. Praktik Konsolidasi Tanah Perkotaan Sebagai Altenatif Model Pembangunan Wilayah Perkotaan Tanpa Pembebasan Tanah. Semarang: Program Studi Ilmu Hukum Undip.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

sajak kecil tentang perasaan saya yang ada kamu di dalamnya

manusia pada umumnya, dalam berbagai kesempatan, dalam berbagai lini kehidupan, dikaluti dengan rasa takut. termasuk pada hal-hal yang berkaitan dengan perasaan termasuk pada hal-hal yang berkaitan dengan cinta bukan hanya takut tidak dicintai kita bahkan takut mencintai takut karena takut tidak dicintai perasaan yang tidak berbalas apakah bisa menjadi alasan tidak mencintai? padahal dalam mencintai kita adalah sebagai subjek, kita bebas memutuskan terlepas dicintai atau tidak, di mana kita bertindak sebagai objek, kita tidak bisa memutuskan kita tidak perlu memutuskan sampai pada titik kita merasa harus mengatakan pada orang itu bahwa saya mungkin mencintaimu saya menyukaimu dalam bentuknya yang sulit saya definisikan sendiri atau alasan-alasan tertentu yang bisa saja saya karang untuk meyakinkanmu sebab saya tidak perlu meyakinkan diri sendiri saya tahu diri saya lebih dari siapapun di bumi ini dan orang lain di luar sana tidak perlu tahu apa-apa tentang kita saya mungkin takut menga

Tersesat Pada Waktu

Barangkali rindu tidak hanya memerlukan jarak dan waktu Tapi juga kau dan aku Atau ingatanku tidak cukup sempurna Tanpa kisah kita Pada tepian pengharapan aku menemukan diriku yang entah bagaimana bisa hilang Pada tepian waktu yang kutemukan hanya dirimu yang menjauh Sebabnya aku tau mau sampai pada ujung waktu Waktu terasa cepat saat dunia hanya ada kita Kala itu kuingin masuk dan mengubah dimensi waktu Sehingga hanya aku dan kamu saja tiba-tiba sudah selamanya Tapi waktu melarangku Belum sempat kusimpan senyummu yang melarangku tersenyum balik sebab bibirku hanya bisa kelu saat itu Belum sempat kuabadikan bola matamu pada pelupuk matamu yang menyipit di satu maupun keduanya Dan rapi putih gigimu dan tawa maka aku pun berantakan karenanya  Pada akhirnya hanya ada diriku yang sendirian Duduk di atas tumpukan batu di tepian sungai yang berisik yang ramai pada kesepian Sedang aku menepi, kesepian dalam keramaian -Kemah Kerja, 3 Agustus 2019