Langsung ke konten utama

Aing tea

Foto saya
Muhammad Hafidz Fauzan
Sebenarnya tidak terlalu suka dunia tarik tangan. Tapi, masih terus berusaha untuk rajin-rajin menulis. Karena katanya dia percaya dia punya banyak hal di kepalanya yang harus dibanjur di suatu tempat. Suka makan, dan tidur, gak cuma itu masih banyak yang dia suka lakukan, tapi yang jelas dia suka Chelsea FC sebagai suatu klub sepakbola. Kontak saya di twitter @Pids29 atau tulisan yang agak serius di Medium @hafidzfz

Perjalanan Pergerakan Mohammad Hatta

Pada postingan kali ini, akan dibahas perjalanan pergerakan nasional yang dilakukan oleh Bung Hatta berikut sumbangsih pemikiran dan praktek nyatanya dalam memperjuangkan negara ini.

Mohammad Hatta lahir dari pasangan Muhammad Djamil dan Siti Saleha dengan nama asli Muhamma Athar pada 12 Agustus 1902 di Fort De Kock(Sekarang Bukittinggi). Ayahnya merupakan seorang keturunan ulama tarekat di Batuhampar, dekat Payakumbuh, Sumatera Barat. Sedangkan ibunya berasal dari keluarga pedagang di Bukittinggi. Ia dibesarkan di lingkungan taat beragama. Awalnya, kakeknya hendak membawa hatta ke timur tengah untuk belajar ilmu agama,dan memperbaiki kualiitas surau di Batu Hampar, namun pamannya memprotes, dan ia disekolahkan di sekolah swasta. Sejak kecil Hatta pintar mengaji, hanya saja ia tidak mampu untuk melagukan  mengajinya.
Pergerakan politik ia mulai sewaktu bersekolah di Belanda dari 1921-1932. Ia bersekolah di Handels Hogeschool (kelak sekolah ini disebut Economische Hogeschool, sekarang menjadi Universitas Erasmus Rotterdam), selama bersekolah di sana, ia masuk organisasi sosial Indische Vereniging yang kemudian menjadi organisasi politik dengan adanya pengaruh Ki Hadjar Dewantara, Cipto Mangunkusumo, dan Douwes Dekker. Hatta pintar menulis, tulisannya sering dimuat di media massa. Pada tahun 1926, ia menjadi pimpinan Perhimpunan Indonesia. Sebagai akibatnya, ia terlambat menyelesaikan studi. Di bawah kepemimpinannya, PI mendapatkan perubahan. Perhimpunan ini lebih banyak memperhatikan perkembangan pergerakan di Indonesia dengan memberikan banyak komentar, dan ulasan di media massa di Indonesia. Setahun kemudian, ia dipilih kembali hingga tahun 1930. Sampai pada tahun 1931, Mohammad Hatta mundur dari kedudukannya sebagai ketua karena hendak mengikuti ujian sarjana, sehingga ia berhenti dari PI; namun, ia akan tetap membantu PI. Akibatnya, PI jatuh ke tangan komunis, dan mendapat arahan dari partai komunis Belanda dan juga dari Moskow. Setelah tahun 1931, PI mengecam keras kebijakan Hatta dan mengeluarkannya dari organisasi ini. PI di Belanda mengecam sikap Hatta sebab ia bersama Soedjadi mengkritik secara terbuka terhadap PI. Perhimpunan menahan sikap terhadap kedua orang ini. Pada Desember 1931, para pengikut Hatta membuat gerakan tandingan yang disebut Gerakan Merdeka yang kemudian bernama Pendidikan Nasional Indonesia yang kelak disebut PNI Baru.
Sekembali dari Belanda tahun 1932, Hatta dan Sjahrir yang diburu Belanda berhasil ditangkap. Kemudian, mereka berdua diasingkan di Digul sampai tahun, kemudian pada tahun 1937 mereka berdu dipindahkan ke Banda Neira sampai1941. Tahun 1942, mereka dibawa ke Sukabumi, setelah Jepang berkuasa mereka ke Jakarta. Ia bertemu Mayor Jenderal Harada. Hatta menanyakan keinginan Jepang datang ke Indonesia. Harada menawarkan kerjasama dengan Hatta. Kalau mau, ia akan diberi jabatan penting. Hatta menolak, dan memilih menjadi penasihat. Jepang mengharapkan agar Hatta memberikan nasehat yang menguntungkan mereka, malah Hatta memanfaatkan itu untuk membela kepentingan rakyat.
Peristiwa penulisan naskah proklamasi: Awalnya Soekarno meminta Hatta untuk menuliskan teks naskah proklamasi, karena dianggap bahasanyalah yang terbaik. Namun Hatta menolak, dan mengambil jalan tengah. Hatta dan Ahmad Subardjo menndiktekan dan Soekarno menulisnya. Di luar ruangan Seokarno meminta persetujuan untuk teks ini, dan semua setuju. Awalnya, Soekarno dan Hatta berharap semua yang berpartisipasi untuk ikut menandatangani teks ini, seperti halnya proklamasi kemerdekaan Amerika Serikat. Namun, ternyata yang lain menolak, selain itu karena waktu yang juga tidak banyak. Maka kemudian, yang lain meminta Soekarno dan Hattalah yang menandatangani teks tersebut atas nama bangsa Indonesia.
Sumbangsih Bung Hatta terhadap pemikiran demokrasi mengandung dua inti pemikiran, ialah cita-cita negara hukum yang demokratis dan penolakan terhadap individualisme yang dijabarkan dalam konsep koperasi. Dalam penolakanya terhadap individualisme, Bung Hatta beranggapan bahwa kedaulatan rakyat ciptaan Indonesia harus berakar dalam pergaulan sehari-hari yang bercorak kolektivisme. Beliau menyatakan bahwa cita-cita perjuangan Indonesia adalah menciptakan terlaksananya dasar-dasar perikemanusiaan dan keadilan sosial. Demokrasi politik saja dianggapnya tidak melaksanakan persamaan dan persaudaraan, karena disebelah demokrasi politik harus berlaku pula demokrasi ekonomi yang secara tegas beliau katakan bahwa koperasi adalah sebagai bentuk dari bangun perusahaannya. Dalam sumbangsih pemikiran Bung Hatta yang terkenal dalam koperasi adalah ajakan untuk mengembalikan semboyan ‘dari demonstrasi ke organisasi”. Organisasi adalah pangkal kekuatan.  Organisasi yang dibangunkan oleh kapitalisme kolonial hanya dapat kita lawan dengan organisasi pula, yaitu organisasi kooperasi (Hatta : 1951).
Sedangkan dalam pandangan Hatta, Nasionalisme atau paham kebangsaan memiliki arti yang hampir sama dengan apa yang diutarakan oleh Soekarno mengenai paham kebangsaan yang bersifat humanistik, egaliter, dan berkeadilan. Dalam pidatonya kepada KNIP, 2 September 1948. Hatta secara tegas mengemukakan bahwa seorang nasionalis haruslah orang yang bersikap sosialis dengan memandang keperluan dan kebutuhan rakyat. Pada hal ini, Hatta mengemukakan perjuangan kemerdekaan melalui nasionalisme tidak akan tercapai tanpa adanya kepercayaan kepada diri sendiri dan berjuang kepada kesanggupan yang ada pada diri kita dengan berlandaskan kepada sosialisme Indonesia.
Secara langsung pemikiran Hatta lebih banyak kepada pemikiran mengenai pokok-pokok ekonomi Indonesia. Tetapi, menurut hemat penulis. Hatta secara umum memiliki kesepahaman yang sama dengan Soekarno dalam membicarakan nasionalisme. Sebab, menurut penulis Hatta menginginkan keadaan nasionalis yang sifatnya ‘kebersamaan’ tetapi bukan nasionalisme yang sifatnya komunis. Dalam pidatonya yang berjudul “Ekonomi Indonesia di Masa Mendatang”. Hatta (1948), menekankan rasa kebangsaan yang lahir dari persamaan nasib akibat penjajahan tidak akan pernah akan menemui kesatuan tanpa adanya perhatian terhadap permasalahan ekonomi yang secara langsung akan berdampak pada kesejahteraan rakyat Indonesia.

 Kesejarahan



Komentar

Postingan populer dari blog ini

sajak kecil tentang perasaan saya yang ada kamu di dalamnya

manusia pada umumnya, dalam berbagai kesempatan, dalam berbagai lini kehidupan, dikaluti dengan rasa takut. termasuk pada hal-hal yang berkaitan dengan perasaan termasuk pada hal-hal yang berkaitan dengan cinta bukan hanya takut tidak dicintai kita bahkan takut mencintai takut karena takut tidak dicintai perasaan yang tidak berbalas apakah bisa menjadi alasan tidak mencintai? padahal dalam mencintai kita adalah sebagai subjek, kita bebas memutuskan terlepas dicintai atau tidak, di mana kita bertindak sebagai objek, kita tidak bisa memutuskan kita tidak perlu memutuskan sampai pada titik kita merasa harus mengatakan pada orang itu bahwa saya mungkin mencintaimu saya menyukaimu dalam bentuknya yang sulit saya definisikan sendiri atau alasan-alasan tertentu yang bisa saja saya karang untuk meyakinkanmu sebab saya tidak perlu meyakinkan diri sendiri saya tahu diri saya lebih dari siapapun di bumi ini dan orang lain di luar sana tidak perlu tahu apa-apa tentang kita saya mungkin takut menga

Tersesat Pada Waktu

Barangkali rindu tidak hanya memerlukan jarak dan waktu Tapi juga kau dan aku Atau ingatanku tidak cukup sempurna Tanpa kisah kita Pada tepian pengharapan aku menemukan diriku yang entah bagaimana bisa hilang Pada tepian waktu yang kutemukan hanya dirimu yang menjauh Sebabnya aku tau mau sampai pada ujung waktu Waktu terasa cepat saat dunia hanya ada kita Kala itu kuingin masuk dan mengubah dimensi waktu Sehingga hanya aku dan kamu saja tiba-tiba sudah selamanya Tapi waktu melarangku Belum sempat kusimpan senyummu yang melarangku tersenyum balik sebab bibirku hanya bisa kelu saat itu Belum sempat kuabadikan bola matamu pada pelupuk matamu yang menyipit di satu maupun keduanya Dan rapi putih gigimu dan tawa maka aku pun berantakan karenanya  Pada akhirnya hanya ada diriku yang sendirian Duduk di atas tumpukan batu di tepian sungai yang berisik yang ramai pada kesepian Sedang aku menepi, kesepian dalam keramaian -Kemah Kerja, 3 Agustus 2019