Herman William Daendels adalah salah
seorang gubernur jenderal yang pernah memerintah di Indonesia/Hindia Belanda
pada tahun 1808-1811. Daendels dikenal sebagai Gubernur Jenderal “bertangan
besi” karena menerapkan disiplin tinggi serta keras. Ia ditunjuk oleh Napoleon
Bonaparte untuk mempertahankan Hindia Belanda dari ancaman Inggris. Pengalaman
Daendels dalam memerintah dan militer membuatnya ditunjuk untuk memerintah di
Jawa. Sebagai seorang revolusioner, Daendels
sangat mendukung perubahan-perubahan liberal. Beliau juga bercita-cita untuk
memperbaiki nasib rakyat dengan memajukan pertanian dan perdagangan. Akan
tetapi, dalam melakukan kebijakan-kebijakannya beliau bersikap diktator
sehingga dalam masa pemerintahannya yang singkat, yang diingat rakyat hanyalah
kekejamannya. Pembaruan-pembaruan yang dilakukan Daendels dalam tiga tahun masa
jabatannya di Indonesia adalah sebagai berikut.
a) Bidang Birokrasi Pemerintahan
1)
Dewan Hindia
Belanda sebagai Dewan Legislatif Gubernur Jenderal dibubarkan dan diganti
dengan Dewan Penasihat.
2)
Pulau Jawa
dibagi menjadi 9 Prefektuur dan 31 kabupaten. Setiap prefektuur dikepalai
seorang prefek(residen) langsung di bawah Wali Negara. Setiap residen membawahi
beberapa bupati.
3)
Para
bupati dijadikan pegawai pemerintah Belanda dan diberi pangkat sesuai dengan
ketentuan kepegawaian pemerintah Belanda. Mereka mendapat penghasilan dari
tanah dan tenaga sesuai dengan hukum adat.
b) Bidang Hukum dan Peradilan
1)
Daendels
membentuk 3 jenis pengadilan:
b.1) Pengadilan untuk Eropa.
b.2) Pengadilan untuk Pribumi.
b.3) Pengadilan untuk Timur Asing.
Pengadilan untuk pribumi ada di setiap prefektuur dengan prefek sebagai ketua dan para bupati sebagai
anggota. Hukum ini diterapkan di wilayah kabupaten, sedangkan di wilayah prefektuur seperti Batavia, Semarang, dan
Surabaya diberlakukan hukum Eropa.
2)
Pemberantasan
korupsi tanpa pandang bulu, begitu juga untuk orang Eropa. Namun ternyata,
Daendels sendiri melakukan korupsi dalam penjualan tanah kepada swasta.
c) Bidang Militer dan Pertahanan
1)
Tujuan
memerintahnya Daendels di Indonesia adalah untuk mempertahankan Jawa dari
serangan Inggris, maka Daendels melakukan usaha-usaha berikut:
c.1)Membangun jalan raya pos (Anyer-Panarukan)
untuk kepentingan militer sekaligus ekonomi
c.2)Meningkatkan jumlah pasukan perang dari 3,000
menjadi 20,000
c.3)Membangun pabrik senajat di Gresik dan
Semarang. Hal ini dilakukan karena Belanda tidak lagi mendapat pasokan senjata
akibat dari Blokade Inggris.
c.4)Membangun pangkalan angkatan laut di Ujung
Kulon dan Surabaya.
d) Bidang Ekonomi dan Keuangan
1)
Membentuk Dewan
Pengawas Keuangan(Algemene Rekenkaer), dan memberantas korupsi
besar-besaran.
2)
Mengeluarkan
uang kertas.
3)
Memperbaiki
gaji pegawai-pegawai.
4)
Monopoli
perdagangan beras.
5)
Prianger
Stelsel, Yaitu kewajiban bagi masyarakat Periangan dan sekitarnya untuk
menanam tanaman eksporer(seperti kopi).
6)
Pajak in natura (contingenten) dan sistem
penyerahan wajib (Verplichte Leverantie) yang diterapkan pada zaman VOC
tetap dilanjutkan, bahkan ditingkatkan.
e) Bidang Politik dan Sosial
1)
Rakyat dipaksa
melakukan Kerja Rodi membuat jalan raya pos
2)
Menghapus
upacara penghormatan kepada raja-raja, reside, sunan, sultan.
3)
Membiarkan
berkembangnya perbudakan.
4)
Membuat
jaringan pos distrik dengan kuda pos.
Untuk pembuatan
jalan raya pos Anyer-Panarukan, dikatakan bahwa ketika Daendels datang sudah
ada Jalan dari Anyer sampai Batavia. Kemudian pada masa pemerintahan Daendels
dilanjutkan sampai ke Panarukan (Jawa Timur). Ketika pembuatan jalan di Sumedang,
sempat terhenti karena batuan cadas yang menyulitkan para pekerja. ja. Ketika mengetahui hal ini, Daendels memerintahkan
komandan pasukan zeni Brigadir Jenderal von Lutzow untuk mengatasinya. Berkat
tembakan artileri, bukit padas berhasil diratakan dan pembangunan diteruskan
hingga Karangsambung. Sampai Karangsambung, proyek pembangunan itu dilakukan
dengan kerja upah. Para bupati pribumi diperintahkan menyiapkan tenaga kerja
dalam jumlah tertentu dan masing-masing setiap hari dibayar 10 sen per orang dan
ditambah dengan beras serta jatah garam setiap minggu. Juni 1808, dana 30,000
gulden yang Daendels siapkan ternyata tidak cukup. Kemudian, ia mengumpulkan
semua bupati di pantai Utara Jawa. Daendels meminta bantuan dari para bupati
dengan alasan bahwa pembagunan jalan ini harus dilanjutkan karena dibangun
untuk kepentingan kesejahteraan rakyat. Para Bupati diperintahkan untuk
menyediakan pekerja dengan mencurahkan tenaganya untuk pembangunan jalan ini.
Para Bupati diminta menyediakan upah juga untuk para pekerja ini.
Lalu,
kepadaraja-raja Jawa ia bertindak keras, namun kurang strategis sehingga para
raja menyimpan dendam kepadanya. Di
mata Daendels, semua raja pribumi harus mengakui raja Belanda sebagai
junjungannya dan minta perlindungan kepadanya. Maka kemudian Daendels mengubah
jabatan pejabat Belanda di kraton Solo dan kraton Yogya dari residen menjadi
minister. Minister tidak lagi bertindak sebagai pejabat Belanda tapi sebagai
wakil raja Belanda dan juga wakilnya di kraton Jawa. Daendels membuat peraturan
tentang perlakuan raja-raja Jawa kepada para Minister di kratonnya. Jika pada
zaman VOC para residen Belanda diperlakukan sama seperti para penguasa daerah
yang menghadap raja-raja Jawa, dengan duduk di lantai dan mempersembahkan sirih
sebagai tanda hormat kepada raja Jawa, Minister tidak layak lagi diperlakukan
seperti itu. Minister berhak duduk sejajar dengan raja, memakai payung seperti
raja, tidak perlu membuka topi atau mempersembahkan sirih kepada raja, dan
harus disambut oleh raja dengan berdiri dari tahtanya ketika Minister datang di
kraton. Ketika bertemu di tengah jalan dengan raja, Minister tidak perlu turun
dari kereta tetapi cukup membuka jendela kereta dan boleh berpapasan dengan
kereta raja. Meskipun di Surakarta, Sunan Paku Bowono IV menerima ketentuan ini, di Yogyakarta Sultan Hamengku Bowono II tidak
mau menerimanya. Daendels harus menggunakan tekanan agar Sultan Yogya bersedia
melaksanakan aturan itu. Tetapi dalam hati kedua raja itu tetap tidak terima
terhadap perlakuan Daendels ini. Jadi ketika raja Inggris datang, para
raja-raja tersebut bekerja sama dengan Inggris untuk mengkhianati orang
Belanda.
Tahun 1811, ia
ditarik, dipanggil pulang ke Eropa oleh Louis Bonaparte karena merasa cukup
dengan kerjanya di Indonesia, dan dikirim untuk perang ke Rusia sebagai
pemimpin kesatuan Wutemberg tahun 1812.
Komentar
Posting Komentar