Langsung ke konten utama

Aing tea

Foto saya
Muhammad Hafidz Fauzan
Sebenarnya tidak terlalu suka dunia tarik tangan. Tapi, masih terus berusaha untuk rajin-rajin menulis. Karena katanya dia percaya dia punya banyak hal di kepalanya yang harus dibanjur di suatu tempat. Suka makan, dan tidur, gak cuma itu masih banyak yang dia suka lakukan, tapi yang jelas dia suka Chelsea FC sebagai suatu klub sepakbola. Kontak saya di twitter @Pids29 atau tulisan yang agak serius di Medium @hafidzfz

Kebijakan Full Day School Untuk Pendidikan Negeri

(28 Juni 2017)


Isu Full Day School(FDS) sudah setahun dihembuskan. Sejak Pak Mendikbud Muhadjir Effendy dilantik pertengahan tahun lalu, program inovasi yang coba beliau gagas adalah Full Day School atau dalam bahasa Pak Muhadjir Program ini disebut Pendidikan Penguatan Karakter (PPK). Setelah setahun dikaji, beberapa sekolah pun sudah dijadikan Sekolah model atau percontohan untuk program FDS. Belum lama ini isunya kembali naik ke permukaan, pro-kontra kembali mencuat setelah Program ini dituangkan ke Permendikbud no. 23 tahun 2017 dengan tajuk “Hari Sekolah”.

Program ini menjadikan jam belajar siswa di sekolah menjadi 8 jam dalam satu harinya dengan hari libur di sabtu dan minggu. Tambahan jam belajar di sekolah ini, kata beliau, diisi dengan kegiatan-kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler, seperti program belajar agama, Pramuka, OSIS, olahraga, praktikum, KIR, ya mungkin isinya nanti bebas tergantung kebiajakan masing-masing sekolah.  Jadi dari pagi hingga jam 12 atau 1 jam belajar tradisional seperti biasa, kemudian dilanjut dengan kegiatan-kegiatan di jam tambahan hingga kira-kira jam 4 atau 5.

Menariknya untuk isu PPK  dua ormas besar di negeri ini, NU dan Muhammadiyah seperi seolah-olah dibenturkan karena berbeda pandangan. Muhammadiyah mendukung penerapan Full Day School, sedangkan NU menolak. Diketahui bahwa kedua ormas ini memang memiliki yayasan pendidikan yang sangat banyak di negeri ini. Presiden Jokowi pun sudah mengadakan diskusi dengan pihak-pihak terkait seperti, mendikbud, menteri-menteri lain yang juga bersingungan seperti menag, menteri PP & PA, NU, Muhammadiyah, MUI. Program ini dibangun atas keinginan pengembangan karakter, budi pekerti, yang sudah dicanang bahkan sejak zaman Pak Anies Baswedan.

Maksud dari Full Day School ini adalah adanya jam-jam tambahan di sekolah yang diisi dengan program-program penguatan karakter pada siswa. Sesuai pesan Presiden akan terpenuhinya dua pokok penting dari pendidikan. Untuk SD, 80% pendidikan karakter dan 20% pengetahuan umum. Untuk SMP, 60% pendidikan karakter dan 40% pengetahuan umum. Beberapa karakter yang akan dibangun diantaranya seperti jujur, disiplin, bertanggung jawab, toleran, hingga cinta tanah air. Dengan demikian waktu-waktu siswa banyak di bawah pengawasan sekolah, diharapkan dapat termanfaatkan dengan baik dan jauh dari pergaulan-pergaulan yang “tidak-tidak” karena terbawa lingkungan.

Karena jam sekolah sesuai dengan jam kerja para orangtua pada umumnya, maka para siswa ketika sampai di rumah jam 5 sudah ada orang tua yang dapat mengawasi siswa ketika di rumah. Hal ini yang berbeda dengan yang selama ini berjalan. Yakni ketika siswa pulang jam satu siang, dari jam satu hingga jam lima ini sang anak berada tanpa pengawasan siapapun. Dengan program ini dihaapkan anak-anak sepenuhnya terawasi. Lebih-lebih dengan liburnya hari Sabtu dan Minggu -- sesuai dengan hari libur kantor-kantor – anak dan orang tua memiliki waktu lebih dengan keluarganya (orang tua).

Program ini juga dianggap dapat membantu guru mendapat durasi jam mengajar sebanyak 24 jam/minggu. Ini merupakan salah satu syarat untuk lolos proses sertifikasi guru. Program ini juga disebut dapat membantu kepercayaan diri siswa.

Namun Full Day School tidak layak untuk diterapkan langsung di seluruh Indonesia karena hal-hal geografis, dan kebudayaan yang cenderung berbeda. Kebijakan ini dinilai terlalu sentralistik karena baru hanya cocok diterapkan di kota. Seperti di Jakarta misalya, program seperti ini sudah sangat banyak dijalankan, bahkan sudah sejak beberapa tahun lalu. Di Jawa Tengah pun sudah pernah diterapkan, namun belum berjalan lancar dan menuai banyak protes. Di kota seperti Jakarta misalnya, kebanyakan orang tua siswa memang bekerja di kantor-kantor, pabrik-pabrik sehingga akan sesuai dan tepat sasaran. Tapi di desa-desa di mana para orang tua siswa mungkin bekerja di sawah/ladang, setelah pulang sekolah anaknya terbiasa ikut membantu orang tua bekerja, sedang hal semacam ini pun sudah termasuk penguatan karakter dan pengembangan keterampilan. Jangan sampai kebijakan ini justru membuat orang tua-orang tua di desa makin ragu menyekolahkan anaknya. Di desa-desa juga ada yang disebut Madrasah Diniyah, tempat anak-anak kampung belajar agama yang biasanya dilaksanakan sore hari. Keberadaan Madrasah Diniyah pun ini dianggap terancam dengan kebijakan Full Day School. Saya kira di sini beda letak pandang Muhammadiyah dan NU. Yaitu karena fokus dakwah Muhammadiyah yang memang kota ke desa, sedangkan NU memang lebih cenderung fokus di desa ke kota.

Tentu juga perlu dipertimbangkan akan hak-hak anak. Karena anak memiliki hak bermain, beristirahat, dan hak berekreasi. Dalam penerapannya, Full Day School jangan sampai menjadi beban dan memberatkan para siswa. Karena dengan keadaan seperti sekarang pun, tidak sedikit siswa  yang merasa ‘stress’ dengan sekolah. Selain itu, perlu diperhatikan juga bagaimana fasilitas-fasilitas yang ada. Karena masih banyak sekolah yang belum memiliki sarana dan prasarana yang mendukung. Bahkan masih ada sekolah yang kekurangan ruang kelas sehingga mesti menjadikan ruang kelas untuk dua shift. Misalnya, kelas satu shift pagi jam 7-11, kemudian kelas dua shift siang jam 12-2. Begitupun dengan kurangnya jumlah guru di seluruh negeri dan jaminan kesejahteraan untuk guru, karena program ini melibatkan kontribusi guru jauh meningkat dari sebelumnya. Cukup banyak pendapat kontra mengenai kebijakan Full Day School ini.

Selanjutnya

Selanjutnya bagaimana? Sejatinya program ini  kami yakini baik, namun ada beberapa hal yang mesti diperhatikan lebih. Full Day School tetap bisa diterapkan, tapi belum bisa dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia. Utamanya bisa diterapkan di kota-kota besar, dan beberapa sekolah tertentu. Terutama karena masih perlu ada perbaikan-perbaikan fasilitas, sarana dan prasarana lebih baik di banyak tempat agar dapat layak menyelenggarakan program serupa juga. Kemudian dapat dirangkul juga program Madrasah diniyah yang mungkin dapat diintegrasikan ke sekolah-sekolah, tentu saja untuk pemeluk agama-agama lain dapat merangkul gereja, vihara, ataupun misalnya pura.

Untuk menjalankan program ini, kementerian pendidikan mesti dapat menjamin keberlangsungannya akan menyenangkan dan berjalan baik, sehingga jam tambahan ini sekaligus memenuhi hak-hak anak untuk bermain dan berekreasi, agar tidak sekedar menambah beban siswa. Karena sistem yang ada sekarang pun nyatanya masih banyak yang terlalu membebani siswa, apalagi kalau jam belajar ditambah. Lebih-lebih karena pemerintah tidak hanya mengurusi sekolah-sekolah negeri, maka sekolah-sekolah swasta pun perlu mendapat perhatian karena kebijakan ini mencakup seluruhnya. Perlu diperhatikan juga jangan sampai jam sekolah yang bertambah malah perlu menambah biaya sekolah, terutama di sekolah-sekolah swasta. Kebijakan ini sangat fundamental, sehingga akan banyak memengaruhi banyak hal – mau mengganti kurikulum lagi? -- dan perlu melibatkan banyak pihak serta persiapan yang matang.

Saya mendukung program ini, namun saya kira negeri ini belum siap. Utamakan pengembangan pendidikan di daerah-daerah tertinggal dan perbaikan sistem yang selama ini sudah berjalan. Kurikulum 13 yang menuntut keaktifan siswa sekaligus pengembangan karakter pun kalau saja keberjalanannya baik dan menyenangkan harusnya sudah dapat menghasilkan peserta didik- peserta didik yang baik, aktif, dan berintegritas. Tugas mendikbud mengurusi dan memperbaiki yang sekarang berjalan saja belum beres dan masih sangat berantakan, kok mau ditambah dengan program-program lain yang lebih rumit. Seperti kata Pak Muhammad Nuh (Mendikbud Kabinet Indonesia Bersatu II), yang penting goal-nya ini tercapai, penguatan karakter. Kata istana kebijakan ini bukan dicabut, hanya saja masih dalam perbaikan-perbaikan.


Muhammad Hafidz Fauzan


Sumber bacaan :

Tirto id

Blog Ruang Guru

Kompas

Tempo

Kompasiana

Quora

Komentar

Postingan populer dari blog ini

sajak kecil tentang perasaan saya yang ada kamu di dalamnya

manusia pada umumnya, dalam berbagai kesempatan, dalam berbagai lini kehidupan, dikaluti dengan rasa takut. termasuk pada hal-hal yang berkaitan dengan perasaan termasuk pada hal-hal yang berkaitan dengan cinta bukan hanya takut tidak dicintai kita bahkan takut mencintai takut karena takut tidak dicintai perasaan yang tidak berbalas apakah bisa menjadi alasan tidak mencintai? padahal dalam mencintai kita adalah sebagai subjek, kita bebas memutuskan terlepas dicintai atau tidak, di mana kita bertindak sebagai objek, kita tidak bisa memutuskan kita tidak perlu memutuskan sampai pada titik kita merasa harus mengatakan pada orang itu bahwa saya mungkin mencintaimu saya menyukaimu dalam bentuknya yang sulit saya definisikan sendiri atau alasan-alasan tertentu yang bisa saja saya karang untuk meyakinkanmu sebab saya tidak perlu meyakinkan diri sendiri saya tahu diri saya lebih dari siapapun di bumi ini dan orang lain di luar sana tidak perlu tahu apa-apa tentang kita saya mungkin takut menga

Tersesat Pada Waktu

Barangkali rindu tidak hanya memerlukan jarak dan waktu Tapi juga kau dan aku Atau ingatanku tidak cukup sempurna Tanpa kisah kita Pada tepian pengharapan aku menemukan diriku yang entah bagaimana bisa hilang Pada tepian waktu yang kutemukan hanya dirimu yang menjauh Sebabnya aku tau mau sampai pada ujung waktu Waktu terasa cepat saat dunia hanya ada kita Kala itu kuingin masuk dan mengubah dimensi waktu Sehingga hanya aku dan kamu saja tiba-tiba sudah selamanya Tapi waktu melarangku Belum sempat kusimpan senyummu yang melarangku tersenyum balik sebab bibirku hanya bisa kelu saat itu Belum sempat kuabadikan bola matamu pada pelupuk matamu yang menyipit di satu maupun keduanya Dan rapi putih gigimu dan tawa maka aku pun berantakan karenanya  Pada akhirnya hanya ada diriku yang sendirian Duduk di atas tumpukan batu di tepian sungai yang berisik yang ramai pada kesepian Sedang aku menepi, kesepian dalam keramaian -Kemah Kerja, 3 Agustus 2019